FAKTOR YANG MENJADI PENGHAMBAT PENDIDIKAN DI INDONESIA

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiratTuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua. Sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan baik.. Dengan pembuatan makalah ini di harapkan mahasiswa dapat lebih memahami dan mendalami materi-materi yang di berikan.selain itu agar mahasiswa dapat belajar secara mandiri dengan mengambil dari banyak sumber baik dari buku-buku maupun dari internet. Dan juga pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah “Bahasa Inddonesia” yang telah di berikan. Ucapan terimakasih tidak lupa saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyusun dalam pembuatan makalah ini. saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan.Oleh karena itu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.Amin.

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Faktor-faktor penghambat pendidikan umum di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun faktor-faktor penghambat yang khusus dalam dunia pendidikan di indonesia yaitu:

1. Rendahnya sarana fisik

2. Rendahnya kualitas guru

3. Rendahnya prestasi siswa

4. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan

5. Mahalnya biaya pendidikan.

Permasalahan-permasalahan mengenai faktor-faktor penghambat pendidikan yang tersebut di atas akan dibahas secara lebih rinci dalam makalah ini.

BAB II PEMBAHASAN

A.Kualitas Pendidikan di Indonesia Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.

Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.

B. Penyebab Rendahnya KualitasPendidikan di Indonesia

Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:

1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita

Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia

Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.

Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.

Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.

Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.

Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.

Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.

Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.

3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.

Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.

Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.

Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.

Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya. Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta). Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat. Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya. Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda. Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal.Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

C. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu: Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan. Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara. Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

BAB III PENUTUP

Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan guru,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,

(7). Mahalnya biaya pendidikan.

Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.

DAFTAR PUSTAKA

http://forum.detik.com.

http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.

http://www.detiknews.com. http://www.sib-bangkok.org.

Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia.

Dampak perceraian terhadap perkembangan anak

Perceraian dalam sebuah pernikahan tidak bisa dilepaskan dari pengaruhnya terhadap anak. Banyak faktor yang terlebih dahulu diperhatikan sebelum menjelaskan tentang dampak perkembangan anak setelah terjadi suatu perceraian antara ayah dan ibu mereka.

Dalam buku Life Span Development oleh John W. Santrok pada tahun 2002, faktor tersebut bisa meliputi perubahan usia anak dan tahap perkembangan anak, konflik yang terjadi setelah perceraian, jenis kelamin anak dan gaya pengasuhan orangtua setelah bercerai. Kesemua hal itu dapat menggambarkan bagaimana dampak yang diberikan akibat perceraian terhadap perkembangan anak pada saat itu dan masa yang akan datang.

Perubahan Usia dan Perkembangan

Usia anak pada saat bercerai perlu dipertimbangkan. Tanggapan tanggapan anak kecil atas perceraian ditengahi oleh terbatasnya kompetensi kognitif dan sosial mereka, ketergantungan mereka terhadap orangtuanya.

Belum matangnya faktor kognitif dan sosial mereka akan lebih menguntungkan mereka ketika remaja. Pada saat remaja, mereka lebih sedikit ingat mengenai konflik dan perceraian yang terjadi pada saat mereka masih kecil. Tetapi tidak dipungkiri bahwa mereka juga kecewa dan marah atas perkembangan pertumbuhan mereka tanpa kehadiran keluarga yang utuh atau tidak pernah bercerai.

Anak yang sudah menginjak remaja dan mengalami perceraian orangtua lebih cenderung mengingat konflik dan stress yang mengitari perceraian itu sepuluh tahun kemudian, pada tahun masa dewasa awal mereka. Mereka juga Nampak kecewa dengan keadaan mereka yang tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh.

Mereka juga menjadi kawatir bila hidup mereka tidak akan lebih baik bila mereka tidak melakukan sesuatu lebih baik. Pada masa remaja mereka dapat masuk dan terperangkap masalah obat obatan dan kenakalan remaja dari pada remaja yang mengalami perceraian orangtua pada saat kecil dan remaja yang tumbuh dalam keluarga utuh.

Konflik

Banyak perpisahan dan perceraian merupakan urusan yang sangat emosiaonal yang menenggelamkan anak ke dalam konflik. Konflik ialah suatu aspek kritis keberfungsian keluarga yang seringkali lebih berat dari pada pengaruh struktur keluarga terhadap perkembangan anak.

Misalnya, keluarga yang bercerai dengan koflik relatif rendah lebih baik dari pada keluarga yang utuh tetapi dengan konflik relatif tinggi. Pada tahun setelah perceraian konflik tidak berkurang tetapi bisa akan terus bertambah. Pada saat ini, anak laki laki dari keluarga bercerai memperlihatkan lebih banyak masalah penyesuaian dari pada anak anak dari keluarga utuh yang orangtuanya ada.

Selama tahun pertama setelah perceraian, kualitas pengasuhan yang dilakukan orangtua seringkali buruk. Orangtua lebih sering sibuk dengan kebutuhan kebutuhan dan penyesuaian dari sendiri seperti mengalami depresi, kebingungan dan instabilitas emosional.

Selama tahun kedua setelah perceraian, orangtua lebih efektif dalam mnegerjakan tugas tugas pengasuhan anak, khususnya anak perempuan.

Jenis Kelamin Anak dan Hakekat Pengasuhan

Jenis kelamin anak dan orangtua pengasuh adalah pertimbangan yang penting dalam mengevaluasi pengaruh perceraian terhadap perkembangan anak. Anak yang tinggal dengan orangtua pengasuh dengan kesamaan jenis kelamin menunjukkan kondisi sosial yang lebih kompeten seperti lebih bahagia, lebih mandiri, dan lebih dewasa dari pada anak yang tinggal dengan orangtua pengasuh yang berbeda jenis kelamin.

Dalam sebuah kajian lain, ditemukan bahwa remaja dengan jenis kelamin baik laki laki dan perempuan yang tinggal dengan keluarga ibu akan lebih dapat melakukan penyesuaian dari pada tinggal bersama keluarga ayah.

Kesimpulan tentang anak anak dari keluarga bercerai. Singkatnya, sejumlah besar anak yang tumbuh dalam keluarga yang bercerai. Kebanyakan anak anak pada mulanya mengalami stress berat ketika orangtua mereka bercerai dan mereka beresiko mengembangakan masalah masalah perilaku. Tetapi perceraian dapat juga melepaskan anak anak dari konflik perkawinan. Banyak anak yang mengalami perceraian orangtua menjadi individu yang berkompeten.

MENIPU TUHAN

sambil mengisih kekosongan waktu akibat dosen yang tidak on time ,,,ya lebih baik gue nulis2 cerita kocak ini ,…..

ceck this out

 

 

 

Dikisahkan sepasang suami istri yang sedang berlayar ketengah lsut untuk menjalah ikan,……setelah mereka sampai di tengah laut mulailah mereka beraksi sebagai seorang nelayan.ketika hari udah mulai siang mereka merasa sudah ccapek dan ingin cepat2 pulang.ditengah perjalanan pulang mereka di hadang oleh badai yang sangat besar ,……

lanjut cerita ,…..tanpa pikir panjang sang suami segera berdoa dan bekata dalam doax :Ya Tuhan kalo tuhan berkenan biarlah badai ini berlalu ,biarlah nanti kalau kami dah sampai di daratan kami akan membangun gereja dari hasil penjualan ikan kami.,…..sang istri memandangx dengan sinis serta berbisik katax: Apa ?,.hasil penjualan akan kau gunakan untuk membangun gereja ,…trus yang kita makan apa?,…suaminya langsung menjawab dengan suara bebek : sssssttt..jangan ko berbisik ,kita hanya menipu Dia,…

 

 

wwkwkwkwkwkwwkwkw

10 tips to learn english

Listen to English music. Even listening to music while doing something
else can help a little for things like getting used to the natural rhythm and
tone of English speech, although the more time and attention you give to a
song the more you will learn from listening to it again in the future.
Read a translation into English. Another way of making sure books
are easier to understand is to choose a book that was originally translated
into English, preferably from your own language. Even if you haven’t read
the book in your own language, you will find the English is written in a
slightly simplified way that is more similar to how your own language is
written than a book originally written in English would be.
Read a book with lots of dialogue. Opening up books before you buy
one and flicking through them to find one with lots of direct dialogue in it
has several advantages. If there is less text on the page due to all the
speech marks etc, this can make it easier to read and easier to write
translations on. Dialogue is also much easier to understand than
descriptive parts of a book, and is much more like the language you will
want to learn in order to be able to speak English.
Ask your company to start English lessons. Even if you don’t need
to speak English at work, English lessons can be a fun and reasonably
priced way for your company to spend their training budget in a popular
way.
Watch English language films with English subtitles. For people
who can’t understand a film without subtitles but find themselves not
listening at all when reading subtitles in their own language, this should be
the way of watching a film that you should aim for. If it is too difficult to
watch the whole film this way, try watching the (usually important) first 10
or 15 minutes of the film with subtitles in your own language, switch to
English subtitles after that, and only switch back to subtitles in your own
language if you get totally lost following the story of the film.
Read the whole thing with no help. Although using a dictionary has
been shown to help with both short term and long term learning of
vocabulary, the fact that using it slows reading down can stop some
people reading in English at all. Reading a whole book quickly through just
for pleasure from time to time will help you remember how fun reading in
another language can be.
Keep a list of language to learn, e.g. a vocab list. Even if you don’t
often find time to go though your vocab list and it keeps on building up,
just the act of choosing which words you need to learn and writing them
down on a special list can help you learn them.
Online chat. The closest thing to speaking for people who don’t have
the chance to speak English is online chat, as you have to think and
respond quickly, and the language is short and informal just like speech.
Record your own voice. For people who don’t have much or any
correction of pronunciation from a teacher, recording yourself and
listening back makes it easier to hear whether you are really making the
English sounds that you are trying to or not.

http://teknologi.vivanews.com/news/read/237269-ikan-lele-albino-raksasa-cetak-rekor

http://teknologi.vivanews.com/news/read/237269-ikan-lele-albino-raksasa-cetak-rekor

ImageSeekor ikan lele albino raksasa ditemukan oleh Chris Grimmer di Sungai Ebro, dekat Barcelona, Spanyol. Ikan ini memecahkan rekor sebagai ikan lele albino terbesar yang ditangkap melalui pemancingan.

Saat itu, Chris mengikuti sebuah tur memancing. Awalnya, dia tidak menyangka ikan yang memakan umpannya berukuran raksasa. Chris memerlukan waktu sekitar 30 menit untuk menggulung senar pancingnya setelah umpan yang dia lempar disambar ikan ini.

“Butuh waktu lama untuk menariknya, seperti menarik sebuah bus,” kata Chris sebagaimana dimuat laman Daily Mail.

“Setelah itu, saya sangat lelah dan nyaris tak bisa berjalan, tapi tidak sia-sia.”

Ikan lele itu kemudian ditimbang. Ternyata, beratnya sekitar 88 kg dengan panjang 2,4 meter. Setelah penimbangan, ikan ini kemudian dilepaskan kembali ke sungai.

Sementara itu, pemandu yang mengorganisir tur itu, Ashley Scott mengatakan sangat yakin tangkapan itu telah memecahkan rekor ikan lele terbesar melalui cara pemancingan. “Kami tahu catatan rekor ikan lele, jadi kami langsung menyadari bahwa itu adalah rekor,” kata Scott.

Rekor ikan lele albino terbesar yang berhasil ditangkap sebelumnya dipegang oleh Sheila Penfold dari London, Inggris. Dia berhasil menangkap seekor ikan lele albino seberat 86 kilogram pada Oktober tahun lalu.

Namun, ikan lele terbesar yang pernah ditangkap di muka bumi adalah ikan lele raksasa seberat 293 kg. Ikan ini tertangkap di Sungai Mekong, Thailand pada 2005.

faktor yang menghambat anak dalam belajar

FAKTOR PENGHAMBAT DALAM BELAJAR DAN CARA MENGATASINYA

By SUSTENESImage

Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan terjadi secara terus-menerus. Belajar sangat penting, namun dalam kenyataannya sering muncul permasalahan atau hambatan dalam belajar. Hambatan tersebut dapat berasal dari dalam diri anak maupun dari luar. Dengan adanya hambatan tersebut akan mempersulit anak untuk mancapai hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu, harus ada solusi untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam belajar pada anak.

Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang ada, makalah ini mengulas permasalahan tersebut. Pokok masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut.

  1. Apa saja yang merupakan faktor penghambat dalam belajar pada anak?
  2. Bagaimana cara mengatasi hambatan belajar pada anak?

Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut.

  1. Mendeskripsikan faktor penghambat dalam belajar pada anak.
  2. Mendeskripsikan cara mengatasi hambatan belajar pada anak.

PEMBAHASAN

Faktor Penghambat Belajar

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar anak dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebutlah yang mempengaruhi hasil belajar anak. Berikut akan diuraikan tentang kedua faktor penghambat belajar.

Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan biologis serta faktor psikologis.

  1. Faktor fisiologis dan biologis

Masa peka merupakan masa mulai berfungsinya factor fisiologis pada tubuh manusia. Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi 2, yaitu:

–  Keadaan tonus jasmani

Keadaan tonus jasmani sangat mempengaruhi aktivitas belajar anak. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap proses belajar. Sedangkan kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.

–  Keadaan fungsi jasmani atau fisiologis

Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada anak sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar.

Anak yang memiliki kecacatan fisik (panca indera atau fisik) tidak akan dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Meskipun juga ada anak yang memiliki kecacatan fisik namun nilai akademiknya memuaskan. Kecacatan yang diderita anak akan mempengaruhi psikologisnya, diantaranya:

–  sulit bergaul karena memiliki perasaan malu dan minder akan kekurangannya,

–  ada perasaan takut diejek teman,

–  merasa tidak sempurna dibandingkan dengan teman-teman lain.

 

Perasaan yang menghantui anak dapat membuat prestasinya menurun. Namun ada juga anak yang menjadikan kekurangannya sebagai motivasi untuk maju. Cacat fisik membuat anak tidak dapat malakukan aktivitas belajar di sekolah dengan baik, sehingga perlu disediakan sekolah yang bisa menampungnya sesuai dengan cacat yang disandang. Misalnya bagi penyandang tuna netra bersekolah di SLBA, tuna rungu bersekolah di SLBB, dan sebagainya.

Faktor psikologis

Faktor psikologis adalah faktor yang berasal dari keadaan psikologis anak yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis utama yang mempengaruhi proses belajar anak adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.

–  Kecerdasan/ intelegensi siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan dengan organ lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi dari seluruh aktivitas manusia.

Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar anak, karena  menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi intelegensi seorang individu, semakin besar peluang individu untuk meraih sukses dalam belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain seperti orang tua, guru,dan sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasannya.

Para ahli membagi tingkatan IQ menjadi bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut (Fudyartanto 2002):

Tingkat Kecerdasan (IQ)

Klasifikasi

140-169

amat superior

120-139

superior

110-119

rata-rata tingi

90-109

rata-rata

80-89

rata-rata rendah

70-79

batas lemah mental

20-69

lemah mental

Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh orang tua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kemampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.

–  Motivasi

Motivasi adalah salah satu factor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasi yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan perilaku seseorang.

Keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri anak yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai motivasi belajar. Dari sumbernya motivasi dibedakan menjadi: motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua factor yang berasal dari dalam individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).

Menurut Arden N. frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain:

  1. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas
  2. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan kegiatan untuk maju.
  3. Adanya keinginan untuk mancapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting. Misalnya: orang tua, saudara, guru, teman, dan sebagainya.
  4. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain.

Motivasi ekstrinsik adalah anak memulai dan meneruskan kegiatan belajar berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaian dengan kegiatan belajar itu sendiri. Yang tergolong bentuk motivasi belajar ekstrinsik antara lain:

  1. Balajar demi memenuhi kewajiban.
  2. Menghindari hukuman.
  3. Memperoleh hadiah material yang telah dijanjikan oleh orang tua.
  4. Meningkatkan gengsi dari orang lain.
  5. Memperoleh pujian dari orang lain.
  6. Tuntutan jabatan yang diinginkan.

Bentuk motivasi belajar intrinsik dapat ditingkatkan menjadi motivasi berprestasi, yaitu daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi belajar yang setinggi mungkin, demi penghargaan kepada diri sendiri. Jadi hasrat berprestasi tinggi bukan menurut ukuran dan pandangan sendiri.

–  Minat

Secara sederhana minat merupakan kecenderungan kegairahan yang tinggi atau besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi karena disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keinginan, motivasi, dan kebutuhan.

Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan disampaikan dengan cara.

Membuat menarik materi

Materi bisa dibuat menarik melalui bentuk buku materi, desain pembelajaran, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, dan guru juga harus memperhatikan performansi saat mengajar.

Pemilihan jurusan atau bidang sekolah

Pemilihan sebaiknya diserahkan pada siswa, sesuai dengan minatnya.

–  Sikap

Dalam proses belajar sikap dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajar. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Shay,2003).

Sikap siswa dalam belajar dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi  siswanya, berusaha mengembang kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan, meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajarinya bermanfaat bagi siswa.

–  Bakat

Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum bakat didefisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaian dengan belajar, Slavin(1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seseorang siswa untuk belajar. Dengan demikian bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.

Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakuakan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.

Selain itu yang menjadi faktor psikologis lainnya adalah disiplin. Disiplin diri adalah kemampuan diri yang kuat untuk mempertahankan diri dari bermacam-macam gangguan dalam belajar. Misal, seorang anak akan tetap belajar walaupun ada acara televisi yang menarik.

Faktor Eksternal

Selain faktor internal, faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar anak. Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi faktor lingkungan sosial dan non-sosial (Syah, 2003):

Lingkungan sosial

Lingkungan sosial anak dapat menimbulkan kesulitan dalam  belajar. Linkungan sosial dibagi manjadi tiga, yaitu:

Lingkungan sosial sekolah

Pendidikan di sekolah bukan sekedar bertujuan untuk melatih siswa supaya “siap pakai” untuk kerja atau mampu meneruskan ke jenjang pendidikan berikutnya atau mencapai angka rapor, melainkan untuk membentuk peserta didik manjadi manusia sejati. Proses pembentukan manusia sejati sudah mulai sejak anak hidup dalam keluarga, kemudian dilanjutkan di sekolah, di masyarakat, di dunia kerja dan di lingkungan sekitar.

Di sekolah, untuk membentuk manusia sejati ada salah satu harapan dari pendidik yaitu Self Regulated Learner (SRL). SLR adalah murid-murid yang memiliki kemampuan belajar tinggi dan disiplin sehingga mereka membuat belajar itu lebih mudah dan menyenangkan. Namun harapan itu tidak akan terwujud jika lingkungan sekolah seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas tidak mendukung. Faktor-faktor yang dapat menghambat anak belajar di sekolah adalah:

  • Metode mengajar

Dalam mengajar guru memerlukan metode yang cocok. Metode ini dimaksudkan agar materi yang disampaikan oleh guru terasa menarik dan siswa mudah menyerapnya.

  • Kurikulum

Kurikulum yang kurang  tepat dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menimbulkan kesukaran belajar. Kurikulum sangat penting dan selalu ada dalam sebuah instansi pendidikan. Kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan perkembangan psikologi anak.

  • Penerapan disiplin

Disiplin dalam sebuah sekolah sangat diperlukan untuk meengontrol kegiatan siswa di sekolah. Namun kedisiplinan yang terlalu ketat akan membuat siswa merasa terkekang dan merasa ruang geraknya dibatasi.

  • Hubungan siswa dengan guru maupun teman

Suasana sebuah kelas didukung oleh peran guru dan anggota kelas. Jika suasana kelas tidak mendukung, maka dapat menghambat proses belajar anak. Hubungan siswa dengan guru, siswa dengan teman juga perlu dibangun sedemikian rupa sehingga tercipta suasana ynag baik dan nyaman bagi siswa, sehingga mereka betah menjadi bagian dari kelas.

  • Tugas rumah yang terlalu banyak

Guru memberikan tugas untuk siswa merupakan hal yang wajar. Tetapi siswa akan merasa jenuh dengan tugas yang terlalu banyak. Bagi sebagian siswa tugas merupakan beban. Hal seperti inilah yang akan menghambat proses belajar anak.

  • Sarana dan prasarana

Keberhasilan belajar anak juga didukung oleh sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan prasarana yang memadai juga membantu tercapainya hasil belajar yang maksimal.

2. Lingkungan sosial masyarakat

Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa juga mempengaruhi proses belajar anak. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran, dan banyak teman sebaya di lingkungan yang tidak sekolah dapat menjadi faktor yang menimbulkan kesukaran belajar bagi siswa. Misalnya siswa tidak memiliki teman belajar dan diskusi maka akan merasa kesulitan saat akan meminjam buku atau alat belajar yang lain.

3.  Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar. Oleh karena itu, lingkungan keluarga sangat mempengaruhi proses belajar anak. Faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan permasalahan belajar anak adalah:

  • Pola asuh orang tua

Setiap orang memiliki pola atau cara yang berbeda dalam mendidik anak. Pola asuh yang selalu mengekang anak akan membuat anak sulit dan bahkan tidak dapat mengembangkan kemampuan dan bakat yang dimiliki.

  • Hubungan orang tua dan anak

Hubungan yang tidak harmonis antara orang tua dan anak akan membuat anak tidak betah di rumah. Dengan begitu anak tidak akan bisa melaksanakan aktivitas belajarnya dengan baik.

  • Keadaan ekonomi keluarga

Meskipun tidak mutlak, perekonomian keluarga dapat menjadi salah satu penghambat anak. Ada kemungkinan anak menjadi minder dan malu bergaul dengan teman karena masalah ekonomi keluarganya. Dengan perasaan minder anak akan mudah tersinggung, kecil hati, dan sebagainya. Akhirnya hal tersebut akan mempengaruhi hasil belajar anak.

  • Keharmonisan keluarga

Keluarga yang tidak harmonis akan memberi dampak negatif pada anak dalam belajar. Pertikaian atau cek-cok ayah dan ibu akan membuat anak merasa terbebani sehingga anak menjadi kurang semangat dalam belajar.

  • Kondisi rumah

Kondisi rumah yang kurang memadai akan membuat anak kesukaran dalam belajar. Letak rumah juga berpengaruh pada proses belajar anak. Rumah yang terlalu dekat dengan jalan raya kurang efektif untuk belajar anak.

Teman sebaya

Teman sebaya dapat mempengaruhi proses belajar anak, baik teman sebaya dalam lingkup sekolah maupun tempat tinggal atau masyarakat. Pada usia anak-anak dan remaja, jiwa yang dimiliki masih labil, emosional, pemarah, dan juga rasa egois sangat besar. Biasanya tejadi kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh teman sebaya atau kawan bermain. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan atau bahkan persaingan yang menimbulkan sikap saling mengejek, mendorong, memukul bahkan kekerasan verbal.

Kekerasan sebagai gangguan emosi pada dasarnya tidak hanya menyerang orang lain, tetapi juga menyerang diri sendiri. Persoalan kekerasan dilihat dari lapangan psikologi pendidikan mencoba mengarahkan pada lingkungan sekolahtempat anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya.

Interaksi sosial yang tidak sehat antar teman sebaya di sekolah dipengaruhi faktor lingkungan dari luar yang dibawa ke sekolah oleh peserta didik yang berujung pada tindakan kekerasan. Belajar yang tidak menyenangkan juga membuat anak merasa tertekan dan bertindak nakal. Sebenarnya kekerasan yang terjadi di kalangan siswa dibentuk dari pengalaman-pengalaman lama.

Teman sebaya  yang seharusnya bisa untuk memperoleh informasi dan perbandingan tentang dunia sosisal, prinsip keadilan malalui konflik yang terjadi dengan teman, bisa untuk belajar tentang konsep gender juga dapat berpengaruh negatif bagi anak. Misalnya kebiasaan-kebiasaan buruk yang dimiliki kawan sebayanya akan mudah mempengaruhi diri anak. Kebiasaan buruk yang mudah ditiru biasanya dari ucapan atau tindakan.

 

  1. Lingkungan non-sosisal

Faktor yang termasuk lingkungan non-sosial adalah

Lingkungan alamiah

Yang dimaksud dengan lingkungan alamiah adalah kondisi yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar tidak terlalu silau, tidak terlalu gelap, dan tenang.

  1. Instrumental

Instrumental dapat digolongkan dua macam:

Hardware

Yang termasuk perangkat hard ware adalah gedung sekolah, alat, fasilitas, sarana prasarana belajar, dan sebagainya.

Software

Yang termasuk perangkat software dalam pendidikan adalah kurikulum sekolah, peraturan, buku panduan, silabus, dan sebagainya.

Cara Mengatasi Hambatan Belajar

Saat timbul hambatan dalam belajar, hambatan tersebut harus segera diatasi. Dengan diatasi hambatan tersebut maka proses belajar dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai hasil belajarr yang maksimal. Cara mengatasi hambatan belajar dapat di mulai dari diri anak, keluarga, dan sekolah.

Diri anak

1.      Menjaga kesehatan jasmani.

2.      Menumbuhkan rasa percaya diri.

3.      Membangun motivasi diri.

4.      Belajar berinteraksi dengan lingkungan.

5.      Belajar menjaga emosi.

6.      Menerima keadaan (ekonomi, jasmani,dll).

Keluarga

1.      Memberi teladan dalam sikap dan tingkah laku kepada anak.

2.      Menjaga keharmonisan keluarga.

3.      Menyediakan waktu untuk mendampingi anak dalam belajar

4.      Megusahakan kesehatan anak, misalnya dengan makanan bergizi.

5.      Melatih anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah (menyapu, mencuci piring, dll).

6.      Meminimalkan untuk membandingkan anak dengan anak yang lain.

7.      Mencukupi fasilitas dan saran prasarana belajar.

8.      Mambangun dan memberi motivasi anak.

Sekolah

1.    Guru mangendalikan diri (emosi) saat mengajar.

2.    Guru menjaga kedekatan dengan siswa maupun orangtua siswa.

3.    Guru bersikap adil pada semua siswa.

4.    Guru memberikan motivasi siswa, misalnya dengan pujian, dan sebagainya.

5.    Guru mamberikan teladan yang baik pada siswa.

6.    Guru mengajar dengan menggunakan metode yang menyenangkan.

7.    Guru melihat kelemahan masing-masing siswa, misalnya ada siswa yang cacat fisik letak posisi duduk di depan.

8.    Guru mamberi tugas sesuai dengan kemampuan siswa.

9.    Lingkungan yang nyaman untuk belajar siswa.

10.  Memberikan kelonggaran tata tertib, namun tetap disiplin.

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam kegiatan belajar, sering timbul permasalan atau hambatan pada anak. Permasalahan belajar dapat timbul dari dalam diri anak sendiri (internal) maupun dari luar (eksternal). Hambatan internal meliputi fisiologis, biologis dan psikologis anak, mulai dari kecerdasan, motivasi, minat, sampai bakat si anak. Sedangkan hambatan eksternal meliputi linkungan social maupun lingkungan non-sosial.

Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, hambatn belajar tersebut harus diatasi. Berbagai hambatan yang timbul saat belajar dapat diatasi mulai dari diri anak sendiri, keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat.

Saran

Tenaga pendidik, guru maupun orang tua harus mengerti kemampuan anak. Dalam belajar anak harus didampingi dan dalam mendidik harus menyesuaikan dengan keadaan anak. Dalam belajar anak memiliki kebebasan untuk memilih, namun juga harus mengikuti aturan yang ada.

Untuk siswa yang mengalami hambatan belajar juga harus sadar dan memiliki semangat untuk belajar, karena belajar merupakan bekal untuk masa depan. Siswa harus menjaga kesehatan, hubungan dengan guru, teman, dan keluarga dengan baik agar batin tidak terbebani sehingga dapat belajar dengan baik.

 

 

new ovi store symbian^3

mungkin
bisa menjadi
berita
menggembirakan bagi para pengguna ponsel Symbian^3, karena Ovi Store
telah diupdate ke v2.8. Dan baru-baru ini ketersediaan aplikasi Ovi Store 2.8
telah dumumkan dan telah tersedia untuk di download melalui aplikasi Store
itu sendiri.
Anda dapat melakukan update secara mudah, tinggal masuk ke aplikasi Ovi
Store pada perangkat Symbian^3 Anda dan pemberitahuan update akan
muncul, selanjutnya silahkan update aplikasi Ovi Store yang ada.
Berdasarkan postingan Blog, update ini menghadirkan :* Updates untuk
aplikasi* Menampilkan aplikasi terlaris versi gratisan dan versi berbayar*
Menampilkan informasi aplikasi terkait* Tersedia informasi lokasl untuk
Arab.
kapan yah buat s60v5